Menjelajah Waktu dalam Film The Time Machine
Halo semua! Senang rasanya bisa menulis review lagi setelah sekian lama vakum. Ada banyak kejadian dan peristiwa-peristiwa besar di dunia ini yang ternyata berpengaruh besar terhadap dunia perfilman. Oleh karena suatu peristiwa besar maka cerita dan/atau adegan (scene) di dalam film yang sudah dibuat sebelum peristiwa tersebut terjadi bisa saja dihilangkan dan/atau diubah sebelum perilisannya untuk meminimalisir kenangan buruk, rasa tidak nyaman, ataupun menghindari protes dan kecaman dari khalayak ramai. Tidak jarang juga perilisan film tersebut diundur akibat sebuah peristiwa besar tersebut. Tentu saja banyak film di tahun 2020 ini yang perilisannya ditunda dikarenakan pandemi Covid-19. Akan tetapi kali ini saya akan membahas sebuah film dari tahun 2002 silam. Ya, kali ini saya akan membahas sebuah film yang bertemakan penjelajahan waktu yang berjudul The Time Machine. Film ini diadaptasi dari sebuah novel terkenal karya H. G. Wells dengan judul yang sama, The Time Machine. Film ini disutradarai oleh Simon Wells yang tidak lain adalah cicit dari penulis novel tersebut. Sebelumnya pada tahun 1960 sudah ada film berjudul sama yang diangkat dari novel ini. Film yang dirilis tahun 2002 ini dibuat dan dirilis oleh Warner Bros dan DreamWorks.
Cerita di film
ini bermula pada tahun 1899 di kota New York ketika seorang ilmuwan yang juga
seorang dosen di Colombia University, Alexander 'Alex' Hartdegen, yang
diperankan oleh aktor Australia kelahiran Inggris, Guy Pearce, yang juga
membintangi film Memento dan Prometheus, berusaha menemukan sebuah
mesin penjelajah waktu. Dipicu oleh rasa sedih dan kehilangan akibat kematian
sang kekasih yang akan dilamarnya, Emma, yang diperankan oleh aktris Inggris, Sienna Guillory, yang juga membintangi franchise
film Resident Evil, Alex akhirnya dapat
menyelesaikan mesin waktu ciptaannya beberapa tahun kemudian. Dia berusaha
memperbaiki dan mengubah masa lalu untuk menyelamatkan Emma dari kematian
dengan cara berkelana ke masa lalu dengan mesin waktu tersebut. Walaupun Alex
sudah beberapa kali mencoba menyelamatkan Emma tetapi kematian tetap
merenggutnya. Alex pun sadar bahwa dia tidak dapat mengubah masa lalu.
Alex
memutuskan untuk berkelana ke masa depan guna mencari jawaban. Mesin waktu yang
dikendarainya berhenti di tahun 2030. Di tahun ini manusia sedang menyiapkan
koloni di Bulan. Dia masuk ke Perpustakaan Umum New York dan bertanya mengenai
teori penjelajahan waktu kepada sebuah hologram virtual bernama Vox 114 yang diperankan
oleh aktor Amerika Serikat, Orlando Jones, yang juga tampil dapal film Evolution. Alex tidak mendapat jawaban
yang diinginkannya dan Vox mengatakan bahwa penjelajahan waktu mustahil
dilakukan. Merasa tidak puas, Alex pun berkelana dengan mesin waktu ke masa
depan dan sampailah dia di tahun 2037. Dia mendapati bahwa Bulan sedang terbelah dan hancur menjadi
berkeping-keping dan keluar dari orbitnya akibat kegiatan manusia melakukan
penambangan di Bulan. Serpihan Bulan berjatuhan dari angkasa ke Bumi dan
terjadi kekacauan di New York, tempat Alex berada saat itu. Orang-orang
berlarian mencari tempat perlindungan di bawah tanah. Alex berhasil masuk ke
mesin waktu ciptaannya tetapi hantaman serpihan Bulan membuatnya tidak sadar
dan secara tidak sengaja menjalankan mesin waktu jauh ke masa depan.
Setelah lama
tidak sadarkan diri Alex pun terbangun dan menghentikan mesin waktu yang
dikendarainya. Ternyata dia telah berada di tahun 802.701! Ya, dia telah
berkelana ratusan ribu tahun ke masa depan! Di masa ini manusia telah berubah
menjadi seperti manusia di zaman prasejarah dan berbicara dengan bahasa yang
tidak dimengerti Alex. Tidak ada teknologi tinggi dan semua seperti kembali
seperti di masa lalu. Mereka menyebut diri mereka dengan sebutan Eloi. Mereka
hidup dengan damai dan membangun tempat tinggal di sisi-sisi jurang. Salah satu
dari mereka (Eloi) dapat berbahasa Inggris dan dapat berkomunikasi dengan Alex.
Dia adalah Mara yang diperankan oleh Samantha Mumba, penyanyi asal Irlandia
keturunan Zambia yang terkenal dengan lagunya yang berjudul Baby Come on Over dan Body 2 Body. Tanpa Alex ketahui ternyata
ada spesies mahluk ganas yang menjadikan para Eloi sebagai makanan mereka. Mereka
tinggal di gua-gua di bawah tanah. Mereka adalah Morlocks. Bentuk tubuh mereka
menyerupai kera yang bertubuh kekar. Pada saat Alex sedang melihat mesin
waktunya, para Morlocks menyerang dan menangkap Eloi dan membawa pergi beberapa
Eloi, termasuk Mara, ke tempat mereka di bawah tanah. Dapatkah Alex menyelamatkan Mara? Bagaimanakan
nasib para Eloi selanjutnya? Dari manakah para Morlocks dan Eloi sebenarnya berasal? Silakan menonton filmnya sampai selesai dan kamu pasti akan
mengetahui jawabannya.
Akting Guy Pearce di film ini tidak perlu diragukan lagi. Peran tokoh Alexander Hartdegen
dilakoninya dengan baik. Dia mampu menunjukkan karakternya sebagai seorang
ilmuwan dan penemu yang tertarik dengan penjelajahan waktu di film ini.
Samantha Mumba yang pada saat itu dikenal sebagai penyanyi pop juga turut
berakting di film ini sebagai Mara. Aktingnya bisa dibilang biasa saja. Mungkin
dikarenakan pengalamannya berakting yang belum cukup. Walaupun demikian
karakter tokoh Mara sangat penting bagi kelangsungan cerita di film ini. Tanpa
kehadirannya mungkin tokoh Alex akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan
bangsa Eloi. Turut juga tampil di film ini aktor kawakan asal Inggris yang juga
tampil dalam film Kafka dan Batman v Superman: Dawn of Justice,
Jeremy Irons. Dia berperan sebagai Über-Morlock di film ini. Aktingnya sebagai tokoh
berkarakter antagonis di film ini tidak perlu diragukan lagi.
Sinematografi, visualisasi serta desain produksi yang detail dan sempurna pada seting di awal film ini dapat kita lihat dengan jelas. Visualisasi yang apik untuk akhir abad 19 dan awal abad 20 dapat kita lihat salah satunya adalah penggambaran busana yang dipakai para pemain dan tokoh di film ini. Kemudian juga pada satu adegan diperlihatkan orang-orang begitu kagum dan penuh rasa ingin tahu ketika melihat kendaraan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah mobil generasi awal yang pada waktu itu masih sangat jarang sekali. Kemudian mengenai tampilan mesin waktu ciptaan Alex saya rasa sudah cocok untuk sebuah mesin yang diciptakan pada akhir abad 19. Mesin ini memiliki 1 kursi di bagian tengahnya dan tuas untuk mengendalikannya serta bagian-bagian yang dapat berputar di bagian belakang dan depannya dan mengeluarkan cahaya ketika berputar pada saat dioperasikan.
Desain tempat tinggal kaum Eloi juga sangat unik dan indah bagaikan sarang burung walet yang menempel di dinding tebing dan jurang. Tempat tinggal tersebut terlihat seperti terbuat dari rangkaian bambu, kayu, dan bahan-bahan alami yang berasal tumbuh-tumbuhan lainnya. Penampilan Morlocks yang menggunakan make-up prostetik bisa dibilang terlihat kaku tetapi walaupun begitu tetap mampu menggambarkan sebuah mahluk yang buas, sangar, kuat, dan menakutkan. Efek visual dan CGI di film ini sudah bagus untuk film pada zamannya. Kita dapat melihat perubahan gaya busana dan perubahan lanskap serta formasi permukaan Bumi di setiap zaman yang dilewati oleh tokoh Alex ketika dia berada di dalam mesin waktu. Akan tetapi efek visual dan CGI di akhir cerita di film ini terkesan kurang sempurna dan terkesan seadanya. Efek visual, CGI dan spesial efek yang belum terlihat “halus” dapat kita lihat di akhir film ini.
Sinematografi, visualisasi serta desain produksi yang detail dan sempurna pada seting di awal film ini dapat kita lihat dengan jelas. Visualisasi yang apik untuk akhir abad 19 dan awal abad 20 dapat kita lihat salah satunya adalah penggambaran busana yang dipakai para pemain dan tokoh di film ini. Kemudian juga pada satu adegan diperlihatkan orang-orang begitu kagum dan penuh rasa ingin tahu ketika melihat kendaraan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah mobil generasi awal yang pada waktu itu masih sangat jarang sekali. Kemudian mengenai tampilan mesin waktu ciptaan Alex saya rasa sudah cocok untuk sebuah mesin yang diciptakan pada akhir abad 19. Mesin ini memiliki 1 kursi di bagian tengahnya dan tuas untuk mengendalikannya serta bagian-bagian yang dapat berputar di bagian belakang dan depannya dan mengeluarkan cahaya ketika berputar pada saat dioperasikan.
Desain tempat tinggal kaum Eloi juga sangat unik dan indah bagaikan sarang burung walet yang menempel di dinding tebing dan jurang. Tempat tinggal tersebut terlihat seperti terbuat dari rangkaian bambu, kayu, dan bahan-bahan alami yang berasal tumbuh-tumbuhan lainnya. Penampilan Morlocks yang menggunakan make-up prostetik bisa dibilang terlihat kaku tetapi walaupun begitu tetap mampu menggambarkan sebuah mahluk yang buas, sangar, kuat, dan menakutkan. Efek visual dan CGI di film ini sudah bagus untuk film pada zamannya. Kita dapat melihat perubahan gaya busana dan perubahan lanskap serta formasi permukaan Bumi di setiap zaman yang dilewati oleh tokoh Alex ketika dia berada di dalam mesin waktu. Akan tetapi efek visual dan CGI di akhir cerita di film ini terkesan kurang sempurna dan terkesan seadanya. Efek visual, CGI dan spesial efek yang belum terlihat “halus” dapat kita lihat di akhir film ini.
Hampir 90% kekuatan
yang membangun sebuah nuansa pada adegan dan yang membangkitkan emosi penonton dalam
sebuah film ada pada musik, soundtrack,
dan score. Musik, soundtrack, dan score The Time Machine bisa dibilang bagus. Soundtrack yang berjudul Eloi dan The Stone Language karya komposer Klaus Badelt terasa sangat pas untuk film ini! Soundtrack tersebut terdengar dan
memiliki kesan ceria, damai, tradisional dan surreal yang sangat cocok sekali untuk menggambarkan kaum Eloi.
Mengenai peristiwa besar yang saya sebut di atas, kira-kira peristiwa besar apakah gerangan? Ya, tebakanmu benar! Peristiwa yang dimaksud adalah serangan 11 September tahun 2001 atau yang lebih dikenal dengan peristiwa 9/11. Pada peristiwa tersebut sekelompok orang membajak empat pesawat di Amerika Serikat untuk kemudian ditabrakkan ke objek-objek vital di Negeri Paman Sam. Dua di antara pesawat tersebut menabrak menara kembar World Trade Center (WTC) di kota New York yang mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia. Lalu apa hubungannya dengan film The Time Machine kali ini? Pada saat peristiwa serangan 11 September tersebut terjadi film ini sudah selesai dibuat. Rencananya film ini akan dirilis pada bulan Desember tahun 2001. Akan tetapi karena peristiwa tersebut maka perilisan film ini ditunda ke bulan Maret tahun 2002. Peristiwa tersebut juga membuat diubahnya satu adegan (scene) di film ini. Pada satu adegan ketika serpihan Bulan berjatuhan di kota New York, digambarkan menara kembar WTC hancur terkena hantaman serpihan Bulan. Maka setelah peristiwa tersebut terjadi, sutradara dan produser film segera membuang dan mengganti adegan tersebut dengan adegan guncangan gempa yang terjadi pada saat serpihan Bulan menghujani kota New York. Agak janggal memang dan terkesan tidak nyambung! Tapi itulah hasil akhir dari film yang akhirnya dirilis pada bulan Maret tahun 2002 silam. Maaf apabila sudah membangkitkan kenangan pahit peristiwa serangan 11 September 2001 dan juga sudah memberikan spoiler.
Apa saja bisa terjadi
dengan tiba-tiba dan mengubah jalan hidup seseorang ataupun umat manusia.
Seperti halnya pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia saat ini. Rencana dan
impian yang sudah direncanakan sejak lama seketika hancur berantakan karena kejadian atau
peristiwa buruk yang terjadi pada kita. Kita bisa memilih untuk menyikapi hal
ini. Memilih untuk menjadi seperti tokoh Alex, yang berusaha mengubah masa lalu
dan pergi ke masa depan untuk mencari jawaban dan terjebak dalam pahitnya kenangan masa lalu, ataukah
memilih untuk tetap menjalani kehidupan kita saat ini sembari maju dan menatap
masa depan serta belajar dari pahitnya peristiwa yang kita alami. Hal buruk bisa saja menimpa kita tetapi kita tidak boleh
membiarkan hal buruk tersebut menghentikan kita untuk melangkah maju ke masa
depan yang lebih baik. Kita tidak dapat mengubah masa lalu tetapi kita dapat membuat
masa depan yang lebih baik. Pilihan ada di tangan kita.
Trailer:
Oleh Riko Wahyudi,
22 Agustus 2020
0 komentar:
Posting Komentar