Menambang Rempah dalam Film Dune
Setiap sutradara dan produser film pasti ingin film yang dibuat dan diproduksinya menjadi film laris dan masuk jajaran Box Office serta disambut positif oleh khalayak ramai dan kritikus film. Banyak film yang sebelum perilisannya diprediksi akan meraih Box Office dan menuai banyak keuntungan tetapi setelah penayangannya film tersebut justru tidak sesuai dengan harapan dan menuai banyak kritik. Jika ada yang bertanya kepada saya film tahun 1980-an apa yang diprediksi akan ‘meledak’ tetapi pada kenyataannya gagal total di pasaran. Sebagai pecinta film bergenre fiksi ilmiah atau science fiction saya akan menjawab film Dune. Film ini disutradarai oleh David Lynch, yang juga menyutradarai film Blue Velvet dan Mulholland Drive, dan diproduksi oleh Dino De Laurentiis Corporation serta dirilis oleh Universal Pictures. Film yang dirilis pada tahun 1984 ini diadaptasi dari seri pertama franchise novel fiksi ilmiah terlaris sepanjang masa yang berjudul sama, Dune, karya Frank Herbert.
Film ini
dibintangi sederet aktor dan aktris terkenal pada zamannya. Tokoh Lady Jessica diperankan oleh aktris
asal Inggris, Francesca Annis, yang juga berperan dalam film King of Thieves. Tokoh Duke Leto Atreides diperankan oleh aktor
asal Jerman, Jürgen Prochnow, yang juga tampil dalam film The English Patient dan The Da Vinci Code. Tokoh Paul Atreides
diperankan oleh aktor Kyle MacLachlan, yang juga membintangi film The Flinstones dan menjadi pengisi suara di film Inside Out. Tokoh Padishah
Emperor Shaddam IV diperankan oleh mendiang aktor asal Puerto Rico, José Ferrer.
Tokoh Baron Vladimir Harkonnen
diperankan oleh mendiang aktor Kenneth McMillan. Tokoh Reverend Mother Gaius Helen Mohiam diperankan oleh aktris asal
Wales, Siân Phillips. Tokoh Gurney
Halleck diperankan oleh aktor Inggris Patrick Stewart, yang juga
membintangi franchise film Star Trek dan X-Men. Tokoh Chani
diperankan oleh aktris Sean Young, yang juga berperan di film Blade Runner dan Dr. Jekyll and Ms. Hyde. Tokoh Thufir
Hawat diperankan oleh aktor asal Inggris, Freddie Jones. Tokoh Feyd-Rautha diperankan oleh vokalis dan
basis band The Police asal Inggris, Sting, yang juga membintangi film Plenty dan Lock, Stock and Two Smoking Barrels. Tokoh Doctor Wellington Yueh diperankan oleh aktor Dean Stockwell, yang
juga bermain dalam film The Mighty McGurk
dan Air Force One. Tokoh Piter De Vries diperankan oleh aktor
Brad Dourif, yang juga berperan dalam franchise
film Chucky, Child’s Play, dan film Halloween. Tokoh Stilgar diperankan oleh aktor Everett McGill. Tokoh Glossu ‘Beast’ Rabban diperankan oleh
aktor Paul Smith, yang juga tampil dalam film Red Sonja. Tokoh Princess
Irulan diperankan oleh aktris Virginia Madsen, yang juga berperan dalam
film Candyman dan The Haunting in Connecticut. Tokoh Alia Atreides diperankan oleh aktris
Alicia Witt, yang juga tampil dalam film Two Weeks Notice. Sebenarnya masih banyak lagi aktor dan
aktris yang belum disebutkan di sini karena akan terlalu panjang jika
disebutkan satu per satu.
Dikisahkan
dalam prolog di film ini bahwa pada tahun 6041 kecerdasan buatan (artificial intelligence), komputer dan mesin
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia sampai akhirnya manusia diperbudak
oleh kecerdasan buatan tersebut. Manusia kemudian melakukan pemberontakan dan
memusnahkan semua kecerdasan buatan, komputer, robot, serta mesin yang mengatur
kehidupan mereka (saya jadi teringat dengan franchise
film Terminator 😊). Setelah
kejadian ini manusia mulai mengembangkan kekuatan pikiran serta pengetahuan
matematika mereka untuk berkembang dan melarang seluruh penggunaan
kecerdasan buatan. Ada dua kelompok besar yang memiliki kekuatan super setelah
kejadian itu; perkumpulan (sekte) selir perempuan Bene Gesserit yang dapat membaca
pikiran manusia dan mampu berkomunikasi dengan telepati, dan juga pemandu atau navigator perjalanan
galaksi (The Galactic Spacing Guild) atau lebih dikenal dengan The Guild yang
memiliki kemampuan melakukan perjalanan antar bintang dan galaksi tanpa harus berpindah tempat. Dengan kemampuan ini, The Guild mengatur dan memonopoli perjalanan luar angkasa antar galaksi. Ini semua bisa dilakukan berkat rempah (spice) bernama Melange yang hanya ada di
planet Arrakis yang juga dikenal dengan planet Dune. Dengan paparan dan mengonsumsi
rempah tersebut manusia dapat berumur panjang, melihat masa depan, membaca
pikiran orang lain, meningkatkan kekuatan fisik, serta mampu membengkokkan
ruang dan melakukan perjalanan antar bintang dan galaksi tanpa
berpindah tempat seperti yang dilakukan oleh The Guild. Maka dari itu rempah
Melange menjadi komoditas yang paling berharga di alam jagat raya dan banyak
pihak yang ingin menguasainya.
Pada tahun
10.191 (ya, tahun sudah mencapai lima digit angka!) galaksi dikuasai oleh (Kaisar)
Padishah Emperor Shaddam IV. Ada
empat planet dalam cerita di film ini. Masing-masing planet dikuasai oleh
penguasa feodal. Padishah Emperor Shaddam IV dan anak perempuannya Princess Irulan serta pemimpin
perkumpulan/sekte selir perempuan Bene Gesserit, Reverend Mother Gaius Helen Mohiam, menguasai planet Kaitain, Keluarga
Atreides menguasai planet Caladan, Keluarga Harkonnen menguasai planet Giedi
Prime, dan penduduk asli setempat yang disebut dengan Fremen menghuni planet
Arrakis atau dikenal juga dengan planet Dune. Di planet Kaitain, atas
perintah The Guild, Shaddam menyusun rencana jahat dengan Gaius Helen Mohiam untuk menyingkirkan Duke Leto Atreides dan anaknya, Paul Atreides, dengan memerintahkan
mereka untuk menduduki planet Arrakis (Dune) untuk mengambil alih penambangan
rempah Melange dari tangan Baron Vladimir Harkonnen. Kemudian Shaddam menyuruh Baron Vladimir Harkonnen untuk
menyerang dan menghabisi keluarga Atreides untuk selanjutnya Shaddam menguasai penambangan rempah di planet tersebut. Dengan kata lain Shaddam memanfaatkan ketegangan dan mengadu domba antara Harkonnen dan Atreides karena pada saat itu Harkonnen dan Atreides adalah dua musuh besar yang saling bersaing.
Sementara itu
di planet Caladan, keluarga Atreides yang dikepalai oleh Duke Leto Atreides
berkuasa bersama selirnya, Lady Jessica,
dan putranya, Paul Atreides. Mereka didampingi oleh pembantunya yaitu Thufir Hawat, Doctor Wellington Yueh, dan Gurney
Helleck. Paul adalah anak dari Duke Leto dengan Lady Jessica, seorang selir
dari sekte Bene Gesserit. Lady Jessica menentang peraturan perkumpulan
Bene Gesserit yang mengharuskan pengikut dan anggotanya melahirkan keturunan
perempuan. Para anggota perkumpulan Bene Gesserit memiliki kekuatan untuk
menentukan jenis kelamin anak yang sedang mereka kandung. Tetapi atas keinginan
Duke Leto, Lady Jessica melahirkan anak laki-laki yaitu Paul. Sebagai seorang anak
penguasa planet Caladan yang sudah dewasa, Paul harus mengikuti
serangkaian latihan fisik bela diri yang dilakukan oleh Gurney Halleck. Gaius
Helen Mohiam juga datang dari planet Kaitain ke planet Caladan untuk menguji
Paul. Dia ingin mengetahui apakah Paul dapat diperalatnya atau tidak. Helen Mohiam
juga ingin mengetahui apakah Paul memiliki kekuatan yang sama dengan anggota perkumpulan
selir Bene Gesserit atau tidak dan ternyata Paul memiliki kekuatan tersebut. Helen Mohiam
dapat melihat bahwa Paul adalah seorang messiah (Kwisatz Haderach) yang
kedatangannya sudah diramalkan oleh kaum Fremen di planet Arrakis.
Planet Arrakis
adalah planet gurun tempat rempah Melange ditambang. Menambang rempah Melange
adalah suatu hal yang sangat berbahaya karena rempah tersebut dijaga oleh mahluk
cacing pasir berukuran raksasa yang buas (Shai-Hulud) dan peka terhadap getaran di permukaan pasir. Cacing raksasa tersebut hidup di dalam gurun pasir dan akan muncul ke permukaan untuk memangsa siapa saja yang berusaha mengambil rempah di planet tersebut. Keluarga Atreides
datang bersama dengan para pembantu dan pasukannya ke planet Arrakis tempat mereka menguasai pertambangan rempah Melange. Paparan rempah Melange
membuat mata manusia menjadi bersinar biru seperti mata kaum Fremen. Kedamaian
tidak berlangsung lama karena Baron Vladimir Harkonnen datang menyerbu untuk merebut planet Arrakis. Dia datang dengan dua orang
keponakannya, Feyd-Rautha dan Glossu Rabban, dan juga pembantunya, Piter De Vries, dan juga dibantu oleh pasukan Shaddam. Duke Leto terbunuh dalam kejadian ini sedangkan Paul dan Lady Jessica berhasil melarikan diri ke
tempat kaum Fremen di pedalaman dan mereka diterima oleh Stilgar, pemimpin kaum Fremen. Di sini Paul bertemu
dengan Chani, seorang perempuan dari kaum Fremen dan mereka saling
jatuh cinta. Ternyata Lady
Jessica sedang dalam keadaan mengandung dan akhirnya dia melahirkan anak
perempuan dari Duke Leto yang diberi nama Alia. Paul dan kaum Fremen berusaha menghentikan penambangan rempah Melange dengan
menyabotase kendaraan penambang rempah yang sekarang dikuasai oleh Shaddam
melalui tangan Harkonnen sehingga produksi rempah Melange menjadi terhambat. Bagaimanakah
kisah selanjutnya? Dapatkah Paul melakukan balas dendam terhadap apa yang
dilakukan Harkonnen atas perintah Shaddam terhadap ayahnya, Duke Leto? Siapakah yang akan membalaskan
dendam tersebut? Dapatkah Paul mengambil alih kekuasaan Harkonnen di planet
Arrakis? Untuk mengetahuinya silakan kamu menonton filmnya atau membaca novelnya.
Sinematografi, visual efek, dan desain produksi di film ini nampaknya
jauh dari kata sempurna dan bisa dibilang sangat jelek. Saya menggunakan kata
‘jelek’ karena memang sinematografi film ini sangat mengecewakan untuk sebuah film
berbiaya besar. Melihat sinematografi dan spesial efek di film ini bagaikan
melihat film-film lawas tahun 1950-an dan 1960-an dan bahkan terkesan seperti
film kelas B (B-movie). Nuansa gelap dan kelam kerap menyelimuti
pemandangan di film ini. Melihat spesial efek dan visual efek yang ada di film ini seperti
melihat spesial efek dan visual efek yang ada di film kartun untuk anak-anak. Peralatan
pendukung yang ada di film ini pun juga terkesan jauh dari futuristik. Kendaraan
yang ada di planet Arrakis beserta interiornya juga malah terkesan seperti
kendaraan dari jaman dahulu. Walaupun begitu penggambaran pesawat/kendaraan
luar angkasa yang digunakan The Guild untuk memandu perjalanan antar galaksi
sudah lumayan bagus, tetapi tetap saja terlihat seperti film kartun untuk
anak-anak. Hal ini mungkin dikarenakan oleh teknologi untuk visual efek dan
CGI masih belum berkembang di tahun 1980-an seperti zaman sekarang. Tetapi hal
tersebut juga bukan menjadi pembenaran untuk spesial efek dan sinematografi
yang tidak bagus.
Desain kostum yang digunakan para tokoh wanita di film
ini pada beberapa adegan seperti busana dari abad ke-17 dan 18 atau dengan kata
lain bergaya retro yang dapat kita lihat pada saat para tokoh berada di dalam
ruangan istana. Saya tidak akan berkomentar mengenai hal ini karena
perkembangan busana dan pakaian sering kali kembali ke gaya busana di masa lalu
dan mungkin saja gaya berbusana para tokoh di film ini adalah gaya busana yang
sekarang kita anggap kuno tetapi menjadi trend kembali di masa yang akan
datang. Lalu untuk pakaian pasukan Shaddam yang menyerang planet Arrakis terkesan seperti baju anti bio-hazard dari zaman sekarang dan tidak terkesan futuristik. Sementara itu pakaian pelindung yang dipakai oleh para tokoh di film
ini (yang digunakan oleh kaum Fremen) untuk menjelajahi planet Arrakis terlihat
cukup kompak dan pas dengan tubuh pemakainya. Pakaian tersebut berwarna gelap dan
dilengkapi dengan alat pernafasan yang dihubungkan ke hidung pemakainya dan
pakaian tersebut diceritakan mampu memproses kotoran yang dikeluarkan
pemakainya. Kemudian penggambaran The Guild di film ini juga bisa
dibilang lumayan. Kesan menakutkan sekaligus menjijikkan dapat kita rasakan
ketika melihat mahluk tersebut. Mahluk The Guild terlihat seperti kacang tanah! Padahal mahluk tersebut adalah manusia yang
bermutasi karena paparan rempah Melange. Efek suara, musik, dan soundtrack di film Dune bisa dibilang lumayan walaupun tidak bisa dibilang bagus. Hal
ini ditunjang dengan bantuan musisi grup band Toto yang menciptakan musik dan soundtrack untuk film ini.
Menyaksikan
akting para pemain film ini bagaikan menyaksikan akting para pemain teater yang
sedang beraksi di panggung. Saya tidak akan menyebut gaya akting seperti ini jelek.
Karena justru dengan gaya akting seperti ini bisa menambah kesan ‘besar’ dan ‘megah’ dan dapat mengeluarkan nuansa epik dan kolosal film ini. Melihat akting para aktor dan aktris di film
ini bagaikan melihat film-film kolosal lawas sebelum tahun 1960-an yang berbeda
dengan film-film zaman sekarang yang akting para pemain filmnya lebih
natural dan tidak dibuat-buat. Walaupun akting para pemain di film ini terkesan
teatrikal, tetapi kesan hampa dan tanpa penghayatan masih dapat kita rasakan. Karakter
dan penokohan di film ini bisa dibilang biasa saja dan sebagian besar kurang
menonjol. Hanya karakter Baron Vladimir Harkonnenlah yang berkesan untuk saya
dan terkenang dalam ingatan saya setelah saya menonton film ini. Mendiang aktor
Kenneth McMillan sukses memerankan tokoh berkarakter antagonis yang bersemangat dan berapi-api. Dengan suara teriakannya yang keras dan bersemangat serta
melayang ke sana kemari membuat saya terkadang tersenyum dan tertawa ketika
tokoh Harkonnen muncul di suatu adegan. Seakan terpancar keceriaan di mata tokoh tersebut bagaikan seorang anak kecil.
Jika berbicara
mengenai film fiksi ilmiah yang sukses di tahun 1980-an pasti kita akan
teringat film-film seperti Star Wars Episode V: The Empire Strikes Back (1980), Star Wars Episode VI: Return of The Jedi (1983), Blade Runner (1982),
dan Aliens (1986). Mengapa demikian?
Karena film-film tersebut adalah film yang bagus dan setidaknya mampu mencapai
ekspektasi sutradara, produser, penonton, maupun kritikus film. Lalu bagaimana
dengan film Dune yang merupakan
sesama film fiksi ilmiah berbiaya besar? Apakah mungkin dikarenakan cerita di
film ini merupakan adaptasi dari sebuah novel dan berseting jauh di masa depan?
Menggarap film yang diangkat dari buku atau novel itu tidak sepenuhnya mudah.
Mudahnya adalah produser, sutradara, dan/atau penulis naskah tidak perlu susah
payah lagi untuk memikirkan ide dan jalan cerita serta karakter dan penokohan karena semua bahan sudah
tersedia di dalam cerita buku atau novel yang akan diadaptasi. Sedangkan
kesulitannya adalah bagaimana caranya agar ide cerita yang terdapat di dalam
buku atau novel tersebut bisa divisualisasikan dengan sempurna dan sesuai
dengan ekspektasi para penonton terutama para penonton yang sudah membaca buku atau novelnya. Sudah menjadi bahan perbincangan di
kalangan sastrawan, akademisi, dan publik bahwa interpretasi setiap pembaca
terhadap suatu buku atau novel itu berbeda-beda, tergantung dari pengalaman, imajinasi, dan
fantasi masing-masing pembacanya. Hal inilah yang menjadikan visualisasi dalam film Dune
ini seakan-akan menjadi hak prerogatif sang produser, sutradara dan penulis naskah untuk
memvisualisasikan adegan di dalam novel menjadi sebuah film dan hal inilah yang
mungkin tidak sesuai dengan interpretasi dan ekspektasi para penonton yang
sudah membaca novelnya ditambah dengan sinematografi, visual efek, dan desain produksi yang tidak memukau di film ini.
Awalnya film
ini dibuat untuk menyaingi kejayaan trilogi film Star Wars. Rencananya setelah
film ini dibuat dan dirilis akan dibuatkan dua film sekuel lagi yang diadaptasi
dari franchise novel Dune karya Frank Herbert. Tetapi rencana tinggallah rencana. Karena
kegagalan film Dune yang pertama maka
sang produser dan sutradara batal menggarap film sekuelnya. Bahkan
saking menyesalnya telah menyutradarai film ini, sutradara David Lynch enggan
berkomentar jika ditanya mengenai film ini dan dia memilih untuk diam. Saya
berharap dengan kecanggihan visual efek, CGI, serta desain produksi untuk film di masa kini mampu
membangkitkan kembali kemegahan dan spirit
yang pernah ada di film ini. Semangat yang dulu pernah bangkit dan patah
mudah-mudahan dapat dibangkitkan kembali dengan dibuatnya kembali film Dune ke
layar lebar. Apakah film hasil reboot/remake
ini akan bisa meraup untung dan mencapai ekspektasi para pecinta film fiksi ilmiah dan para
pembaca novelnya? Kita lihat saja nanti. 😊
Trailer:
Link trailer: https://www.youtube.com/watch?v=KwPTIEWTYEI
Oleh Riko
Wahyudi, 14 Mei 2019
0 komentar:
Posting Komentar